Antp MAKASAR, - Aroma Mafia Peradilan terendus bermain di pengadilan tinggi Makasar, LKBH Makassar Laporkan indikasi Permainan Putusan Banding Pengadilan Tinggi Makassar, Kamis (5/6/2025)



Muhammad Suyuti Hamid, Tergugat I dalam perkara perdata nomor 69/Pdt.G/2024/PN.Sgm, yang diwakili oleh kuasa hukumnya dari LKBH Makassar, Muhammad Sirul Haq, S.H., C.NSP, C.CL, melaporkan adanya indikasi kuat praktik mafia tanah yang terorganisir serta dugaan permainan mafia peradilan dalam proses banding yang sedang berlangsung di Pengadilan Tinggi Makassar



Dalam konferensi pers yang digelar hari ini di Pengadilan Tinggi Makassar, Muhammad Suyuti Hamid menyampaikan langsung kecurigaannya terhadap keterlibatan oknum advokat berinisial MZ, yang juga bertindak sebagai Penggugat dalam perkara tersebut.


“Saya menduga kuat oknum pengacara MZ ini adalah bagian dari mafia tanah. Ia dengan sengaja dan melawan hukum berusaha merampas tanah saya tanpa dasar hak hukum yang sah. Bahkan, ia menerbitkan Akta Jual Beli palsu melalui Camat Bontomarannu, Kabupaten Gowa, tanpa persetujuan atau tanda tangan saya sebagai pemilik sah. Ini adalah perampokan hak atas tanah yang terang-terangan,” tegas Muhammad Suyuti Hamid kepada media. 


Lebih lanjut, Suyuti menegaskan bahwa praktik seperti ini tidak hanya merugikan dirinya secara pribadi, tapi juga mencoreng martabat sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Ia menyerukan agar aparat penegak hukum dan lembaga peradilan tidak tunduk kepada tekanan dan permainan mafia tanah serta mafia peradilan yang diduga telah menyusup ke dalam proses hukum.


Melalui kuasa hukumnya dari LKBH Makassar, Muhammad Suyuti Hamid juga telah melayangkan permohonan pengawasan perkara kepada Komisi Yudisial RI, Mahkamah Agung, dan Badan Pengawas MA sebagai langkah preventif dan transparansi proses hukum banding.


Dalam Kontra Memori Banding, pihak Terbanding mengungkap berbagai kejanggalan dalam gugatan, di antaranya:


1. Obscuur libel (gugatan kabur) karena objek sengketa disebut “5807 meter” tanpa satuan luas m².


2. Tidak adanya bukti sah kepemilikan dari pihak MZ.


3. Kurang pihak (error in persona) karena tidak melibatkan pemegang 17 sertifikat, Bank BTN, dan pengembang properti.


4. Sengketa seharusnya berada di ranah PTUN, bukan peradilan umum.


5. Putusan terdahulu tidak mengalihkan hak milik secara otomatis.


Akibat gugatan tersebut, Muhammad Suyuti Hamid mengalami kerugian total sebesar Rp 7.677.600.000 yang terdiri dari gagalnya penjualan 40 unit rumah, kredit macet dengan Bank BTN, dan kerugian lainnya akibat tertundanya proyek pengembangan tanah miliknya.


“Saya harap keadilan ditegakkan, dan mafia tanah seperti ini dibongkar ke akar-akarnya. Jangan biarkan peradilan kita jadi alat bagi orang yang ingin menguasai tanah orang lain dengan cara-cara kotor,” ujar Suyuti dengan nada geram. (Redaksi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama